jump to navigation

HPSP Fase 3 : Temu Bisnis 3 di Solo, Jawa Tengah 20 November 2012

Posted by hortipart in agribisnis, eko-wisata, event, ide kreatif, kemitraan, usaha buah, usaha herbal, usaha sayuran.
1 comment so far

Rumah Batu Villa, Solo 12 – 14 November 2012

Sebagai salah satu kegiatan yang diisyaratkan dalam proyek HPSP Fase 3, kegiatan Temu Bisnis bagian ke 3 diadakan di propinsi Jawa Tengah seperti halnya kedua seri sebelumnya yang diadakan di propinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Dalam kegiatannya ini, akan diadakan kegiatan anjangsana ke daerah pertanian buah Naga, industri herbal dan pertanian dan peternakan terpadu. Selain sebagai sarana pembelajaran dan tukar pikiran, di dalam temu bisnis ini diharapkan adanya ide-ide baru dalam pengembangan usaha terutama bagi mitra-mitra yang tergabung dalam proyek HPSP phase 3.

A. Hari 1

Acara ini dibuka oleh bp M Harioyadi Setiawan selaku Program Manager HPSP yang menyajikan lintasan peristiwa dari kegiatan temu bisnis 1 dan 2. Selain itu juga dipaparkan tujuan dan sasaran dari kegiatan temu bisnis 3 yang dilaksanakan.

Pembukaan Acara HPSP Temu Bisnis 3 oleh M Hariyadi Setiawan

Pembukaan Acara HPSP Temu Bisnis 3 oleh M Hariyadi Setiawan

Selain itu juga dipresentasikan hasil observasi organisasi tani yang ada dalam kemitraan HPSP dan menuju kepada pola Organisasi Tani yang efektif oleh Ario Sudiro dari INA – Horti Chain Centre sebagai BDS – P di bidang Agriculture and Food,

Presentasi ‘Organisasi Tani yang Efektif’ oleh Ario Sudiro dari INA – Horti Chain Centre

yang diikuti oleh diskusi dari peserta yang berisikan kesimpulan-kesimpulan:

  1. Efektif artinya mampu mendongkrak usaha tani
  2. Organisasi Tani yang Efektif = usaha tani yang berkembang dari sisi organisasi, kerapihan usaha, pelaporan dan transparansi
  3. Gejala-gejala pembentuk organisasi tani dimulai dari adanya orang-orang yang seide dalam usaha tani tertentu, lalu muncul tokoh yang dianggap mampu mempersatukan para petani. Gangguan yang datang baik positif atau negatif kemudian memperkokoh atau menghancurkan ikatan organisasi tersebut. Kesadaran untuk tetap bersatu yang muncul itu membentuk gagasan untuk membentuk suatu kelompok tani yang mulai menyelaraskan kegiatan dan usaha tani anggotanya. Selanjutnya situasi dan kondisi kelompok dan usaha tani yang lebih komersial akan membentuk kelompok tani menjadi seuatu organisasi tani yang lebih besar. Disini, berbagai kepentingan mulai ikut bermain di dalam organisasi yang sudah exist. Jadi efektifitas organisasi sudah dibentuk semenjak masih benbentuk kelompok tani.
  4. Organisasi tani diharapkan dapat menjadi bargaining power dalam usaha tani bagi kepentingan anggotanya
  5. Aturan Main vs Kinerja Anggota menjadi bagian dari dinamika kehidupan berorganisasi (aspirasi dan tindakan anggota, munculnya kelompok pembangkangan yang idealis dan kahirnya kekompakan antara anggota sendiri)
  6. Ide pembelajaran organisasi tani yang meliputi benturan kepentingan antara perluasan usaha tani dan usaha tani asli diikuti oleh pembentukan disiplin terhadap para anggota dalam menjalankan kegiatan dan usaha tani
  7. Organisasi tani memiliki fungsi bisnis (kegiatan dan usaha tani) dan fungsi sosial (basis komunitas)
  8. karakteristik petani anggota yang berbanding lurus dengan produkstifitas pertanian
Diskusi Organisasi Tani yang Efektif

Diskusi Organisasi Tani yang Efektif

B. Hari 2

Kegiatan hari kedua diisi oleh kegiatan anjangsana ke lokasi usaha herbal, petani buah Naga dan pertanian dan peternakan terpadu di daerak kabupaten Sukoharjo. Beikut ini adalah pesan dan kesan dari peserta

M Hariyadi Setiawan Selaku rogram Manager HPSP - INA

M Hariyadi Setiawan Selaku rogram Manager HPSP – INA

1. Lokasi usaha herbal Rachma Sari – Sukoharjo

Kunjungan Lokasi 1 : CV Rachma Sari

Kunjungan Lokasi 1 : CV Rachma Sari

a. Hal-hal positif

– Bisnis memperhitungkan inovasi

– Ahlakul karimah sebagai dasar melaksanakan pekerjaan

– Adanya sistem punishment and reward bagi semua karyawan, dll

b. Hal-hal negatif

– Tidak memberdayakan masyarakat sekitar

– Tidak memiliki skema kemitraan dengan petani bahan dasar herbal

– Terlalu berani memasarkan variasi produk, dll

2. Lokasi pertanian buah Naga desa Toriyo – Bendosari – Sukoharjo

Kunjungan Lokasi 2 : Pertanian Buah Naga

Kunjungan Lokasi 2 : Pertanian Buah Naga

a. Hal-hal positif

– Pemanfaatan lahan pekarangan yang kosong atau sempit

– Ibu-ibu dominanperanannya dalam budidaya buah Naga

– Teknik budidaya buah Naga sudah maju dan inovatif, dll

b. Hal-hal negatif

– Komitmen petani dalam bekelompok kurang

– Dukungan sarana untuk pengembangan dan inovasi masih kurang

– Petani kurang berani ambil resiko pengembangan, contohnya penambahan tiang pancang tanaman, perluasan lahan tanaman atau perluasan pasar, dll

3. Lokasi pertanian dan peternakan terpadu Lembah Hijau – Sukoharjo

Kunjungan Lokasi 3 : Lembah Hijau

Kunjungan Lokasi 3 : Lembah Hijau

a. Hal-hal positif

– Pemanfaatan limbah maksimal

– Integrasi usaha dan fungsi bisnis

– Adanya panduan lengkap dalam budidaya (SOP dan Guidance), dll

b. Hal-hal negatif

– Areal peternakan tidak sepadan dengan luas lahan

– Perlu modal besar

– Kegiatan usahanya agak sulit ditiru, dll

Selanjutnya kegiatan ini berakhir dengan mengunjungi salah satu usaha ritel besar di kota Solo (Lotte Mart)

Halaman Parkir Lotte Mart Solo di waktu malam hari

Halaman Parkir Lotte Mart Solo di waktu malam hari

C. Hari 3

Di hari terakhir ini diadakan presentasi mengenai ‘Cara Mendapatkan atau Meningkatakan Akses Layanan BDS’ oleh Ario Sudiro dari INA – Horti Chain Centre dan ditutup oleh review hasil kegiatan Temu Bisnis 3 ini oleh M Hariyadi Setiawan.

Kegiatan Hari Terakhir Temu Bisnis 3

Kegiatan Hari Terakhir Temu Bisnis 3

Logistik untuk Peningkatan Daya Saing Produk Hortikultura 4 October 2012

Posted by hortipart in event, kemitraan, usaha buah, usaha sayuran, UU & Peraturan.
1 comment so far

Catatan Supply Chain Indonesia

Permendag No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura telah direvisi menjadi Permendag No. 60/2012 yang ditandatangani pada 21 September 2012. Selain itu, Permentan No. 3/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura direvisi menjadi Permentan No. 60/2012 yang ditandatangani pada 24 September 2012.

Perubahan dalam Permendag No. 60/2012 tersebut antara lain adalah penghapusan beberapa pasal yang sebelumnya yang ada di Permendag No. 30/2012. Pasal-pasal tersebut memuat aturan mulai dari keamanan, ketersediaan di dalam negeri, penetapan sasaran produksi dan konsumsi, standar mutu, dan lainnya.

Menteri Pertanian Republik Indonesia, bapak Suswono

Menteri Pertanian Republik Indonesia, bapak Suswono

Pemerintah batal memberlakukan kebijakan kuota impor produk hortikultura, tetapi hanya mengatur melalui rekomendasi impor. Perubahan lain dalam Permendag yang baru tersebut, importir produsen yang mengimpor bahan baku, tidak perlu lagi menggunakan label ber-Bahasa Indonesia.

Perubahan Permendag tersebut memberikan kelonggaran proses impor produk hortikultura (sayur dan buah), sehingga sangat berpotensi meningkatkan volume sayur dan buah impor yang beredar di pasaran. Hingga saat ini, impor produk hortikultura semakin meningkat setiap tahunnya baik untuk kelompok buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat.

Di lain sisi, kemudahan impor produk hortikultura akan mempengaruhi daya saing produk lokal. Para petani lokal akan merasakan dampak negatif perubahan peraturan tersebut. Daya saing produk hortikultura lokal di dalam negeri terus mengalami ancaman dari produk impor. Beberapa produk buah dan sayur impor bahkan beredar di pasaran dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk lokal.

Produk Hortikultura

Produk Hortikultura

Ketergantungan terhadap produk hortikultura impor saat ini cukup tinggi. Survey cepat yang dilakukan Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI terhadap sejumlah responden pedagang hortikultura di Pulau Jawa menunjukkan adanya ketergantungan tinggi terhadap komoditas hortikultura impor tertentu, seperti bawang putih (80-90%), jeruk (60-70%), wortel (50-55%), apel (50-60%), kentang (45-55%), bawang merah (20-30%), dan cabai (20-25%).

Bawang Putih, ternyata Indonesia masih mengimpornya sebanyak 80 - 90% dari total Bawang Putih yang beredar di pasaran Indonesia

Bawang Putih, ternyata Indonesia masih mengimpornya sebanyak 80 – 90% dari total Bawang Putih yang beredar di pasaran Indonesia

Sebagian besar produk hortikultura Indonesia diimpor dari China (47,1%). Negara asal impor produk hortikultura Indonesia lainnya adalah Thailand (12,9%), AS (8,3%), India (5,1%), dan Australia (3,2%).

Perubahan paradigma pembangunan pertanian

Keberpihakan terhadap produk hortikultura lokal sangat diperlukan, termasuk dukungan dari aspek regulasi. Namun demikian, hal ini semakin sulit dilakukan di tengah arus globalisasi dan perdagangan bebas dunia.

Ancaman terhadap produk lokal akan bisa diatasi terutama dengan meningkatkan daya saingnya. Upaya peningkatan daya saing tidak hanya cukup dengan memperhatikan aspek produksi atau budi daya pertanian. Perekonomian global dan persaingan dalam perdagangan bebas mengharuskan perubahan paradigma dari aspek produksi ke aspek logistik dan rantai pasok (supply chain) pertanian tersebut.

Selama ini, pembangunan sektor pertanian diarahkan terutama untuk meningkatkan produktivitas dan perluasan areal produksi. Peningkatan volume hasil panen terbukti tidak dapat memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Ketika hasil panen meningkat seringkali harga jatuh, bahkan dalam beberapa kasus petani sampai membuang hasil panennya. Di lain sisi, sering terjadi kelangkaan produk pertanian di beberapa wilayah yang berdampak terhadap lonjakan harga yang tinggi. Pada kasus ini pun, seringkali petani tidak menjadi pihak yang mendapatkan keuntungan.

Perbaikan sistem distribusi produk pertanian, termasuk hortikultura, perlu mendapat perhatian lebih serius. Perencanaan saluran distribusi harus dilakukan secara baik dengan mengintegrasikan proses-proses bisnis di antara para pelaku. Penggunaan mobil berpendingin (coolbox) menjadi salah satu alternatif, terutama berkaitan dengan waktu transportasi yang lama akibat kemacetan. Fasilitas-fasilitas distribusi harus dibangun sepanjang aliran produk, termasuk pembangunan sub terminal agro (STA) beserta fasilitas dan peralatannya, seperti cool storage, yang sangat diperlukan untuk produk hortikultura. Selain itu, metode cross-docking dan overnight shipping bisa menjadi alternatif penting untuk digunakan.

Contoh gambar Coolbox yang biasa dipergunakan

Contoh gambar Coolbox yang biasa dipergunakan

Infrastruktur

Harga produk hortikultura lokal menjadi mahal terutama karena biaya transportasi yang tinggi. Biaya transportasi ini mencakup semua biaya yang harus dikeluarkan untuk pengiriman produk hortikultura dari sentra produksi sampai ke pasar atau pedagang/pengecer. Persentase biaya transportasi terhadap harga produk hortikultura cukup tinggi karena nilai produk ini relatif rendah.

Contoh kegiatan logistik pertanian Indonesia

Contoh kegiatan logistik pertanian Indonesia

Biaya transportasi yang tinggi tidak terlepas dari ketersediaan infrastruktur di Indonesia yang terkendala masalah pendanaan. Infrastructure consumption Indonesia hanya sebesar 2,3% dari total anggaran (perbandingan: China 7,3%; India 9,9%; dan Thailand 15,6%). Anggaran untuk infrastruktur yang tersedia hanya sekitar Rp 616,7 triliun atau sebesar 32% dari total kebutuhan hingga tahun 2014 yang sebesar Rp 1.923 triliun. Dengan keterbatasan anggaran tersebut, Indonesia sulit sekali membangun dan mengembangkan infrastrukturnya untuk mendukung sistem logistik sebagai penopang pertumbuhan industri dan ekonomi, termasuk untuk sektor pertanian.

Penanganan produk

Produk hortikultura bersifat mudah rusak (perishable), sehingga perlu penanganan khusus, mencakup penanganan di sentra produksi (pasca panen), dalam proses pengiriman, dan di tempat tujuan.

Secara umum, proses penanganan produk hortikultura di Indonesia masih kurang baik. Hal ini berdampak terhadap tingkat kerusakan produk yang tinggi hingga mencapai kisaran 40%. Kerusakan produk ini akan dibebankan kepada produk yang terjual (kondisi baik), sehingga harga produk menjadi mahal.

Salah satu unsur penting dalam sistem logistik adalah pasokan, baik mengenai volume maupun kesinambungannya. Faktor kesinambungan menjadi masalah kritis untuk produk hortikultura yang menjadi kebutuhan masyarakat sepanjang tahun. Salah satu kelemahan produk hortikultura lokal adalah masa produksinya yang sangat tergantung musim. Perlu diupayakan agar pasokan dapat dilakukan sepanjang tahun seperti produk hortikultura impor melalui modernisasi teknologi budi daya dan penanganan produknya.

Salam,

SUPPLY CHAIN INDONESIA

http://www.SupplyChainIndonesia.com

Phase 3 : Asosiasi Tani Melon Pekalongan 21 September 2012

Posted by hortipart in kemitraan.
add a comment

Sekelumit Tentang Buah Melon

Melon (Cucumis melo L.) merupakan nama buah sekaligus tanaman yang menghasilkannya, yang termasuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Buahnya biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris sebagai campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp). Teksturnya lunak, berwarna putih sampai merah, tergantung kultivarnya.

Tumbuhan semusim, merambat tetapi menjalar, tidak memanjat. Daun berbentuk menjari dengan lekuk moderat sehingga seperti lingkaran bersudut. Batangnya biasanya tidak berkayu.

Contoh Buah Melon

Tumbuhan ini berumah satu dengan bunga dua tipe: bunga jantan dan hermafrodit. Bunga jantan muncul biasanya pada saat tanaman masih muda atau bila tumbuhnya kurang baik.

Buah bertipe pepo. Bagian mesokarp menebal menjadi daging buah yang berair. pemuliaan diarahkan pada daging buah yang tebal, manis, serta jika mungkin, harum.

Melon amat beragam, terutama dilihat dari bentuk buahnya. Terdapat dua subspesies dan sepuluh [1] kelompok kultivar (‘cultivar group’) dalam spesies ini:

Subspesies melo

– Muskmelon (Reticulatus)

– Cantaloupe (Cantalupensis)

– Casaba (Inodorus)

– Pocketmelon (Dudaim)

– Snakemelon (Flexuosus)

– Chate (Adzhur)

– Tibish

Subspesies agrestis

– Snapmelon (Momordica, Adiculus)

– Oriental pickling (Conomon)

– Makuwa

Tiga yang paling populer adalah Cantalupensis (di dalamnya termasuk blewah, true European cantaloupe), Reticulatus (melon yang biasa dikenal, kulit buahnya biasanya “berjala”), dan Inodorus (melon ‘Honeydew’, yang bentuknya oval dengan kulit berkerut). Terdapat satu kelompok lain yang buahnya juga dimakan, Dudaim.

Kemitraan dengan HPSP Phase 3 : Peningkatan Sumberdaya Petani Melalui Pola Manajemen Kelembagaan dan Kemitraan untuk Kesejahteraan Petani di Kabupaten Pekalongan

A. Latar Belakang

Proyek ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan bagi pengembangan dan keberlanjutan kelembagaan petani melon di Kabupaten Pekalongan.

Kegiatan utama yang menjadi perhatian proyek ini adalah meningkatkan kapasitas petani dalam menejemen kelembagaan, budidaya melon beserta inovasi teknisnya, memberikan dukungan fasilitas pelatihan, workshop, study-praktek banding, pengembangan kemitraan dan perluasan jaringan pasar.

Skema Rantai Pasok Buah Melon Asosiasi Tani Melon dari Hulu Ke Hilir

Skema Rantai Pasok Buah Melon Asosiasi Tani Melon dari Hulu Ke Hilir

B. Tujuan

Secara umum proyek ini bertujuan mewujudkan peningkatan sumberdaya, pendapatan dan kesejahteraan petani melon kabupaten Pekalongan

Adapun secara khusus tujuan dari proyek ini adalah:

1) Membangun dan memperkuat kelompok-kelompok petani melon sehingga mampu melakukan budidaya secara baik dan berkenjutan, mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial secara maksimal, memiliki posisi tawar yang kuat dan mampu bernegosiasi dengan berbagai stakeholder lainnya.

2) Membangun landasan bagi pengembangan hubungan kemitraan antara petani – swasta dan berbagai pihak lainnya yang terkait dalam usaha hortikultura dan agribisnis, dari tingkat desa sampai ke tingkat kabupaten.

3) Menyediakan dukungan sumberdaya bagi inovasi teknis budidaya melon yang diinisiasi oleh petani dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas hasil serta peningkatan daya saing produk.

4) Membangun wawasan dan menyediakan sumberdaya informasi bagi pengembangan pengetahuan dan kecakapan petani, untuk memungkinkan proses-proses inovasi budidaya dan pendekatan pengelolaan, pengembangan pasar dan pengembangan kemitraan dapat terus berjalan.

5) Mendorong munculnya kebijakan-kebijakan daerah, provinsi maupun pusat yang mendukung bagi keberlanjutan pengembangan budidaya melon dan hortikultura pada masa-masa mendatang.

Skema Rantai Pasok Saprotan Buah Melon

Skema Rantai Pasok Saprotan Buah Melon

C. Kegiatan

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:

1.1. Pendampingan kelompok tani bagi penguatan kelembagaan

Bentuk Kegiatan:

1.1.1. Penyediaan 5 orang tenaga pendamping bagi 8 kelompok tani melon di lokasi sasaran proyek, yang akan bertugas sebagai Fasilitator dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan, mediasi dengan stakeholder lain, dan penguatan posisi tawar petani.

1) Bersama-sama dengan kelompok tani melakukan pengkajian secara partisipatif tentang potensi pengembangan hortikultura, peluang dan kendalanya pada level local/tingkat desa.

2) Melakukan pemetaan stakeholder mata-rantai usaha hortikultura yang identifikasi orang-orang atau lembaga (swasta) dan mitra kerja yang bergerak dalam jaringan perdagangan hortikultura pada tingkat local.

3) Melakukan kegiatan focus group diskusi berkala sebagai upaya memperkuat kapasitas kelompok petani dalam menemukan berbagai permasalahan dalam budidaya melon dan mencari alternatif-alternatif solusi secara partisipatif.

4) Memfasilitasi penyelenggaraan pertemuan kelompok secara regular untuk mendorong berjalannya proses-proses belajar antara petani dalam kelompok secara berkesinambungan.

5) Melakukan pendampingan administrasi kelompok tani.

Buah Melon di Pasar Tradisionil

Buah Melon di Pasar Tradisionil

Peran mitra :

Dalam kegiatan ini keterlibatan lembaga mitra dari Karang Taruna Putra Gesing akan mengambil peran dalam penyediaan tenaga fasilitator/pendamping kelompok tani (fasilitator) yang akan mengawal proses-proses penguatan menejerial kelompok tani, posisi tawar, dan proses-proses belajar bersama dalam rangka meningkatkan kemampuan negosiasi dengan berbagai pihak.

1.2. Peningkatan kapasitas pengetahuan dan kecakapan petani

Bentuk Kegiatan:

1.2.2. Pelatihan tenik pengelolaan budidaya melon

Penyelenggaraan pelatihan untuk petani tentang teknologi budidaya melon mulai dari pengolahan tanah, pembibitan, penggunaan pupuk dan obat-obatan pencegah hama penyakit yang ramah lingkungan (organic) serta teknik-teknik pemanenan.

1.2.3. Pelatihan pengembangan produk dan strategi pemasaran

Penyelenggaraan pelatihan bagi petani/kelompok tani melon tentang berbagai pendekatan strategi pemasaran dan pengembangan jaringan pasar.

Peran mitra :

Dalam kegiatan pelatihan untuk petani, peran lembaga mitra dari UNIKAL, Karang Taruna Putra Gesing akan dilibatkan dalam penyusunan design pelatihan, penyiapan modul serta menyediakan tenaga fasilitator dan narasumber. Selain itu, akan direkrut pula tenaga fasilitator dan narasumber yang berasal dari luar mitra baik dari kalangan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, maupun pelaku agribisnis yang dikontrak selama pelatihan berlangsung.

1.2.4. Magang

Mengirimkan petani dari kelompok sasaran proyek untuk magang kerja dalam budidaya melon dan hortikultura di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB bogor selama 3 bulan, untuk menambah kecakapan dan ketrampilan teknis budidaya

Peran mitra :

PKBT akan berperan sebagai mitra penyelenggaraan kegiatan magang. Dalam hal ini, PKBT akan menjadi tempat kegiatan magang, menyediakan lokasi magang serta memberikan pendampingan teknis kepada peserta magang selama kegiatan berlangsung.

(1) Capaian Hasil 3. Meningkatnya jaringan kerjasama antar petani dengan mitra-mitranya baik dari kalangan swasta maupun pemerintah

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:

2.1. Workshop/lokakarya untuk memfasilitasi forum kemitraan petani hortikultura tingkat kabupaten

Bentuk Kegiatan

Penyelenggaraan workshop/lokakarya yang diikuti oleh perwakilan petani melon, koperasi tani, asosiasi, swasta (pedagang buah, pengusaha agribisnis), dinas pertanian, lembaga keuangan/perbankan, perguruan tinggi guna membangun kepedulian bersama dalam pengupayaan pengembangan hortikultura sebagai produk unggulan di kabupaten Pekalongan. Hasil dari lokakarya ini diharapkan akan muncul inisiatip untuk membentuk forum kemitraan pengembangan budidaya melon / hortikultura di level kabupaten.

2.2. Pertemuan- pertemuan berkala antar pihak (kelompok tani, koperasi tani, asosiasi dan mitra-mitranya baik dari kalangan swasta maupun pemerintah)

Bentuk Kegiatan

Penyelenggaraan pertmuan regular bagi keanggotaan forum kemitraan yang dibentuk dari hasil lokakarya, guna memperkuat hubungan kerjasama antar anggota forum, media komunikasi dan tukar pengalaman, serta membangun wacana tentang upaya-upaya pengembangan melon di kabupaten Pekalongan yang dapat direkomendasikan sebagai masukan kebijakan pembangunan pertanian di kabupaten Pekalongan.

Peran Mitra :

Dalam kegiatan ini pran lembaga mitra dari UNIKAL, dan Karang Taruna Putra Gesing akan dilibatkan sebagai tenaga fasilitator.

(2) Capaian Hasil 4. Terbangunnya kesepakatan kerjasama diantara kelompok tani, koperasi tani, asosiasi dengan pihak-pihak swasta dan pemerintah baik dalam hal peningkatan kapasitas SDM, permodalan, dan pengembangan pasar.

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:

3.1. Dialog public/multipihak, sebagai sarana negosiasi antar pihak

3.2. Kontak bisnis/temu usaha

Peran Mitra :

Dalam kegiatan ini peran lembaga mitra dari Dinas Pertanian, Kantor Ketahanan Pangan, UNIKAL dan Karang Taruna Putra Gesing akan dilibatkan dalam peran-peran sebagai fasilitator dan mediator, serta dalam proses-proses pengawalan hasil kesepakatan.

(3) Capaian Hasil 5. Tersedianya system informasi bagi pengembangan kemitraan dan jaringan pasar hortikultura, khususnya melon di kabupaten Pekalongan.

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:

4.1. Penerbitan leaflet dan talkshow radio sebagai media informasi program dan kemitraan

4.2. Penerbitan media komunikasi berupa, bulletin petani melon yang berisi hasil-hasil pengalaman dan pembelajaran budidaya tanaman, membangun kemitraan, pengembangan pasar dll.

4.3. Pameran untuk promosi produk.

4.4. Pembuatan documenter video partisipatif tentang komunitas tani melon dan serta produknya, untuk kepentingan data base informasi dan promosi produk.

Sumber

  1. HPSP
  2. Wikipedia

HPSP Phase 3 : Pemuda Tani Sukoharjo 14 September 2012

Posted by hortipart in agribisnis, kemitraan, usaha buah.
1 comment so far

Buah Naga

Buah Naga dengan nama latin Hylocerous undatus sp. adalah buah dari tanaman kaktus berbatang segitiga dan termasuk tanaman langka. Di Cina disebut Feny Long Kwa dan Than Long sedangkan di Tailand disebut Kaew Mangkorn sedangkan di Taiwan disebut Shien Mie Kou dan di Israel disebut Pitahaya.

Buah Naga adalah buah semu berwarna ungu kemerahan dari salah satu jenis spesies tanaman kaktus, berbentuk bulat dengan diameter sekitar 13 cm. Tanaman ini berasal dari daratan Amerika Tengah di wilayah sekitar Meksiko.

Contoh Profil Buah Naga

Contoh Profil Buah Naga

Khasiat dari Buah Naga diantaranya sebagai obat menguatkan fungsi ginjal, tulang dan kecerdasan otak serta meningkatkan ketajaman mata disamping sebagai pencegah kanker usus, menguraikan kolesterol, keputihan dan sebagai perawatan kecantikan.

Buah naga dengan rasa yang enak dan sehat untuk dikonsumsi, serta adanya tambahan khasiat yang telah diakui oleh banyak orang dan areal tenaman belum luas, sehingga harganya cukup tinggi. Sebagai gambaran, di Jepang untuk dapat menikmati buah ini orang harus mengeluarkan antara 100 – 800 yen per biji.

Tanaman Buah Naga dalam Pot

Tanaman Buah Naga dalam Pot

Kemitraan HPSP dengan Kelompok Tani Pemuda Tani Sukoharjo (PTS)

Seiring dengan berjalannya waktu, tanaman buah naga merah yang dibudidayakan lembaga bersama petani mitranya sudah memasuki usia berbuah, pada tahun 2010 ini merupakan panen yang kedua kalinya sejak penanaman 2 tahun yang lalu, walaupun masih dalam tahap belajar, namun hasil produksinya sudah memiliki areal pemasaran yang jelas. Selama ini hampir semua supermarket di Kota Surakarta dan beberapa pedagang kaki lima serta pasar tradisional sudah memesan / akan membeli buah naga hasil produksi lembaga bersama petani mitranya. Namun karena keterbatasan produksi, maka baru beberapa permintaan yang bisa dipenuhi.

Disamping itu dengan masih lemahnya administrasi yang dilakukan oleh lembaga maupun petani mengakibatkan belum terdokumentasikannya dengan baik data-data dilapangan, hal ini menyulitkan lembaga utnuk membuat rencana kedepan dalam rangka menjaga pasokan komoditas buah naga ke pasar dan memperluas pasar untuk mendapatkan harga yang lebih menguntungkan maupun nilai tambah komoditas.

Melihat bahwa pada tahun ini masih terkait dengan komoditas buah naga, maka tujuan besar yang ditetapkan semula masih dipertahankan, karena menjadi ruh dalam setiap pelaksanaan kegiatan. Tujuan besar itu adalah ”Meningkatkan kesejahteraan keluarga petani lahan sempit melalui pengembangan tanaman buah naga”.

Guna mencapai tujuan besar tersebut, pada waktu yang lalu lembaga memiliki satu tujuan khusus yaitu ”Peningkatan pendapatan petani lahan sempit”. Sampai pada tahun ini tujuan khusus yang telah dicanangkan sudah tercapai dengan baik, hal ini terlihat dengan adanya pendapatan tambahan dari penjualan buah naga disamping pendapatan pokok yang selama ini petani peroleh. Rata-rata petani sudah memanen 30 kg selama musim panen perdana, dengan asumsi harga rata-rata Rp. 12.250,-, maka peningkatan penghasilan petani sebesar Rp. 367.500,-/musim panen. Diperkirakan untuk panen berikutnya akan meningkat 70 %.

Dengan melihat perkembangan yang terjadi dalam jangka awaktu 2 tahun terakhir ini, maka pada tahun ini guna mencapai tujuan besar tersebut diatas, lembaga menentukan satu tujuan khusus yaitu ”Menjaga keberlangsungan market buah naga merah”. Agar tujuan khusus ini dapat dicapai, harus ada kondisi-kondisi tertentu sebagai prasyaratnya, yaitu petani memasarkan hasil pertaniannya secara terorganisir dan berkesinambungan, petani melakukan manajemen produksi yang berkelanjutan dan terjaganya kontinyuitas pasokan komoditas.

Sementara itu ditingkat lembaga juga harus bisa menjaga kepercayaan pasar, manajemen organisasi yang baik dan mampu membuat kreasi dan inovasi atas produk untuk menjaga kejenuhan pasar.

Persiapan Lahan Budidaya buah Naga

Persiapan Lahan Budidaya buah Naga

Kelompok Usaha Bersama (KUB) PTS adalah sebuah koperasi serba usaha dengan 60 anggota aktif di Kabupaten Sukoharjo. KUB PTS memberi bantuan teknis dan fasilitas ke para anggotanya, serta mengumpulkan dan menerima buah naga dari para anggota. KUB PTS melakukan seleksi dan menilai produk menurut kebutuhan pasar yang sudah diperoleh sampai saat ini. KUB PTS memberi bantuan awal berupa bibit dan perlengkapan budidaya agar anggota bias melakukan budidaya buah naga sebagai sebuah mekanisme yang mengikat.

Pasar saat ini adalah Beberapa supermarket, pasar tradisional dan pedagang kaki lima di kota-kota eks-Karesidenan Surakarta, serta beberapa konsumen. Karena buah naga merah masih jarang yang membudidayakannya dan juga memiliki peran religius dalam upacara, maka permintaan buah naga di Kota Solo sangat besar, apalagi hari-hari mendekati tahun baru Cina (‘Imlek’).

Dalam Rantai pasok, ditingkat petani buah naga setelah dipanen dilakukan penimbangan, kemudian lembaga mengambil dan dilakukan sortir, grading dan labeling. Buah yang tidak termasuk grade untuk supermarket akan dikirim ke pedagang kaki lima dan pasar tradisional atau ke industri pengolahan buah naga (hal ini dilakukan apabila memungkinkan).

Salah satu kegiatan kelompok tani Pemuda Tani Sukoharjo

Pemuda Tani Sukoharjo (PTS) hadir di tengah masyarakat sebagai kumpulan para pemuda yang aktif dan concern/peduli terhadap perkembangan petani Sukoharjo. Kelompok ini diharapkan dapat menjadi wadah berkumpulnya para pemuda tani, mencapai sejahtera bersama. Pemuda Tani Sukoharjo resmi berdiri Agustus 2004 beranggotakan petani muda dari berbagai kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia.

Salah satu prestasi kelompok tani PTS : Juara I Lomba Intensifikasi Tanaman Pangan Agribisnis Padi Tingkat Nasional 2006

Salah satu prestasi kelompok tani PTS : Juara I Lomba Intensifikasi Tanaman Pangan Agribisnis Padi Tingkat Nasional 2006

Market Akses Tanaman Buah Naga

Tujuan

A. Administrasi dan Keuangan Lembaga

1. Pelengkapan kekurangan administrasi dan menambah yang belum ada

Administrasi lembaga dan petani dapat tertata semakin baik

2. Penegasan kembali perlunya administrasi kebun untuk petani

Semakin tertatanya administrasi kebun ditingkat petani guna mendukung sertifikasi kebun yang sedang diajukan

3. Pendampingan pengelolaan keuangan bagi bendahara

Pengelolaan keuangan lembaga dapat terkelola semakin baik

4. Peningkatan sumber-sumber keuangan untuk menghidupi lembaga

Lembaga memiliki sumber pendapatan untuk kesejahteraan pengurus

B. Jaringan Usaha dan Kemitraan

1. Perluasan Jaringan Usaha dan Kemitraan dalam rantai pasok buah Naga

Semakin luasnya jaringan yang dimiliki oleh lembaga, sehingga semakin besar dukungan yang dimiliki lembaga

2. Uji kandungan nutrisi buah naga

Agar tingkat kepercayaan konsumen terhadap buah naga  “BUNANDO” lebih besar

Sumber

  1. HPSP
  2. http://pemudatani.blogspot.com/